Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.
Setiap kali kita dapat mempersembakan Kurban Syukur Istimewa, terbukalah kesempatan bagi kita untuk memandang ke
belakang dan melihat semua perbuatan baik,
secara jasmani dan rohani, yang telah Dia nyatakan kepada kita semua. Selanjutnya, kita kembali ingin berterima kasih, bersyukur serta memuji Allah. Rasa syukur, terima kasih serta kepujian yang kita naikkan untuk memuliakan dan mengagungkan nama-Nya,
hendaknya kita nyatakan melalui perkataan dan perbuatan.
Sementara ini, meski rasa syukur dan
terima kasih kita, cenderung lebih banyak berpusat pada apa yang telah kita
alami secara pribadi, pujian kita hendaknya senantiasa dan tetaplah berpusat pada Allah, sumber dari
segala sesuatu yang ada. Pujian kepada Allah tidak boleh tergantung hanya pada
situasi kehidupan pribadi kita.
Nas Alkitab kita mengimbau
kita untuk mempersembahkan kurban syukur (terjemahan Luther 1984: kurban
pujian) kepada Allah (ayat 15) dan melakukan pekerjaan-pekerjaan kasih
kepada sesama kita (ayat 16). Seruan ini berdasar pada kenyataan
bahwa kedua kurban ini adalah kurban yang berkenan kepada Allah.
Kurban di dalam perjanjian baru
Surat Ibrani menunjukkan gambaran
tentang Yesus Kristus sebagai Imam Besar perjanjian baru. Dengan kurban
Kristus, seluruh jasa kurban di dalam perjanjian lama, menjadi kehilangan
maknanya “sekali untuk selama-lamanya” (Ibr. 10:8–18). Di dalam
perjanjian baru, kurban persembahan adalah jawaban umat Kristen atas tindakan
penyelamatan Kristus. Di sini berkenaan dengan pengorbanan kepada Allah, yang
kita nyatakan di dalam perkataan dan perbuatan. Demikianlah Rasul Paulus
menasihati kita, supaya mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai ibadah
kepada Allah (Rm. 12: 1). Tenaga pendorong untuk dapat melakukan hal
itu, adalah kasih kita kepada Allah dan sesama kita.
Kurban pujian
Penulis Surat Ibrani mengimbau kita untuk
senantiasa mempersembahkan kurban pujian kepada Allah melalui Dia (Kristus),
dan menambahkan: “yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya” (ayat 15). “Kurban
pujian” ini dapat dilakukan dengan:
- doa-doa pujian dan syukur
- mengakui Tuhan di hadapan sesama, dengan kata lain menyebarkan nama dan perbuatan baik Kristus, kepada orang lain (1 Ptr. 2:9)
- menselaraskan hidup kita sesuai dengan Injil.
Namun, mempersembahkan
bakat-bakat, dan uang kita dalam arti lebih luas, juga dapat dianggap sebagai
kurban pujian, karena surat Ibrani juga mengimbau kita untuk berbagi harta
milik kita dengan orang lain (ayat 16).
Kurban dan jasa kurban
Kristus, membukakan jalan dan juga menjadi alasan bagi kita untuk mempersembahkan kurban pujian kita
sendiri. Hanya melalui iman kepada Putra Allah, fondasi untuk dapat
mempersembahkan suatu kurban pujian yang menyeluruh semacam itu kepada Allah,
dapat tercipta.
Istilah “senantiasa”
berarti, mengacu pada kenyataan bahwa pujian dan rasa syukur itu, hendaknya
dipersembahkan kepada Allah secara terus-menerus, bukan hanya pada Hari Ucap
Syukur Istimewa, tetapi dengan cara yang sangat patut dicontoh, seperti pada
hari ucap syukur istimewa.
Tidak seorang pun dapat
dipaksa untuk mempersembahkan pujian dan syukur kepada Allah. Ini adalah urusan
hati. Hal ini berarti bahwa kurban pujian dan kurban syukur berasal dari hati
kita yang paling dalam. Rasul Paulus menulis: “Kasih Allah telah dicurahkan di
dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm.
5:5). Melalui Roh Allah yang tinggal di dalam diri kita, kita menerima
tenaga untuk memuji Allah di dalam segala situasi, bahkan di dalam kesulitan-kesulitan
yang besar (Kis. 16:23–25). Demikian juga halnya dengan suatu doa,
betapa pun itu mungkin sarat dengan kekhawatiran, doa-doa kita hendaknya juga
senantiasa dapat berisi pujian dan rasa syukur.
Pekerjaan-pekerjaan kasih
Apabila kita memuji Allah
dan bersyukur kepada-Nya berdasarkan kasih, maka hal ini akan mendorong kita
juga, untuk mempraktekkan kasih kepada sesama kita. Ini akan ternyata, saat
kita berpaling kepada mereka yang membutuhkan pertolongan rohani maupun
jasmani. Rasul Paulus memberikan petunjuk, “Marilah kita berbuat baik kepada
semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal. 6:10).
Kita menolong karena Allah
telah menolong kita, dan kita menolong berdasarkan kasih kepada sesama kita.
Pekerjaan yang demikian, kurban yang demikian, berkenan kepada Allah. Itu
adalah benih untuk suatu panenan yang sebagian telah kita alami di sini, tetapi
terutama nanti, di masa depan. Di dalam perumpamaan tentang penghakiman yang
terakhir, Putra Allah telah menunjuk pada panenan masa depan (Mat. 25:31–
40).
Apabila kita menyerahkan diri kita seluruhnya
kepada Allah, berdasarkan kasih di dalam perkataan dan perbuatan, maka seluruh
hidup kita akan menjadi suatu pujian bagi Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar