Label
- Hari-hari Raya (2)
- HOME (1)
- Kebaktian Istimewa (6)
- Pemangku Jawatan (6)
- Pengajaran (79)
- Pengetahuan (7)
- Renungan (26)
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan. Tampilkan semua postingan
Senin, 15 Agustus 2016
Aliran Gnostik
Gnostik berasal dari bahasa Yunani, Gnosis yang berarti “mengetahui” atau berarti “pengetahuan yang tersembunyi”. Aliran Gnostik, sebenarnya sudah ada, sebelum Tuhan Yesus dilahirkan. Aliran ini sangat mengagungkan pengetahuan, sehingga menganggapnya sebagai hikmat yang tinggi. Itulah sebabnya banyak orang terpelajar yang sangat giat mengejar hikmat yang lebih tinggi, karena mereka kurang puas terhadap apa yang diajarkan oleh agama.
Aliran ini berusaha untuk menggabungkan pandangan para filsuf dari barat dengan agama-agama yang berasal dari Timur. Tidak heran jika pada masa para Rasul yang awal, aliran ini juga merasuki pengajaran tentang Yesus, di dalam gereja-gereja. Rasul Paulus sangat menentang ajaran ini seperti yang dapat kita baca di 1 Korintus 1:18-25, 1 Korintus 8 dan Kolose 2:8. Meskipun dalm suratnya, Rasul Paulus tidak menyebut kata-kata Gnosis secara langsung, tetapi tampak jelas bahwa ia menentang ajaran ini, ajaran yang mengagungkan hikmat dan pengetahuan
Senin, 08 Agustus 2016
Sinagoge
Sinagoge adalah rumah ibadah orang Yahudi. Selain dipergunakan sebagai tempat ibadah,
sinagoge juga dipergunakan sebagai tempat pusat pendidikan dan berbagai
kegiatan dan kehidupan sosial. Jadi sinagoge juga merupakan tempat
dilangsungkannya kegiatan-kegiatan komunal.
Setiap
hari Sabat dan pada hari-hari libur lainnya, orang-orang Yahudi, bersama-sama
pergi ke sinagoge untuk beribadah. Pada masa yang lampau, hanya laki-laki saja
yang diperkenankan beribadah di Sinagoge. Kalau toh para perempuan ingin
beribadah, mereka di tempatkan di serambi (bagian luar) sinagoge. Itulah mungkin,
yang juga menjadi salah satu sebab mengapa pada saat Yesus menyembuhkan wanita
yang sudah delapan belas tahun sakit kerasukan roh, kepala rumah ibadat
tersebut, mengkritik Tuhan Yesus.(Lukas 13-10-17)
Ada
beberapa sebutan bagi mereka-mereka yang melayani di Sinagoge:
Arkôn
Arkôn adalah sebutan bagi kepala
Sinagoge. Arkôn berperan sebagai penanggung jawab terhadap semua kegiatan yang
berlangsung di Sinagoge. Tugas utamanya adalah mengatur ketertiban sinagoga dan
umat yang berkumpul di situ, serta mengawasi ibadah yang berlangsung di
Sinagoge
Khazzân
Khazzân adalah sebutan bagi petugas
yang bertanggung jawab untuk merawat gedung sinagoga, perabot-perabot, kitab-kitab
sinagoga. Selain itu mereka juga bertugas dalam bidang administrasi. Ia juga bertugas
menyampaikan saat mulainya hari Sabat dan masa-masa hari raya, dengan berdiri
di atas sinagoge.
Syelîakh
Sibûr
Syelîakh Sibûr adalah sebutan bagi
mereka yang bertugas mengucapkan doa saat ibadah. Ada beberapa syrat untuk
menjadi seorang Syelîakh Sibûr, antara lain orang yang telah dewasa, aktif,
seorang kepala keluarga, tidak kaya, bukan pedagang, mempunyai suara nyaring,
dan pandai mengajar. Kadang, posisi ini dirangkap oleh Khazzân, sehingga
akhirnya kedua istilah tersebut, sering disamakan, dalam kaitan tugas dan
tanggung jawabnya
Dalam
perkembangannya, di beberapa Negara, banyak sinagogege yang sudah di lengkapi
dengan bangunan sekolah, dimana orang-orang tua mau pun anak-anak bisa belajar
tentang Kitab Suci, termasuk juga bahasa-bahasa dan sejarah Kitab Suci. Bahkan
beberapa peristiwa penting seperti perkawinan juga dilangsungkan di dalamnya.
Minggu, 07 Agustus 2016
Kristologi
Kata Kristologi,
berasal dari kata Yunani, Kristos yang berarti Kristus, dan logos yang berarti ilmu. Singkatnya, Kristologi berarti ilmu tentang Kristus, yang membahas
atau mempelajari tentang Yesus kaitannya dengan bagaimana umat Kristen memahaminya
dalam kehidupan sehari-hari, baik pada masa lampau hingga masa sekarang ini. Bagi
umat Kristen, Kristologi, merupakan pernyataan atau wahyu Allah kepada manusia
tentang datangnya Yesus sebagai Tuhan, Kristus atau Mesias.
Kristologi membahas tentang posisi Yesus Kristus di dalam
agama Kristen, yang diyakini sebagai Sang Juruselamat manusia, Sang Pelepas,
Sang Penebus dosa dunia dan penyelamat dunia. Selain itu, aspek lain yang
penting, yang ada dalam pembicaraan tentang Krsitologi adalah mengenai keselamatan
umat manusia.
Pokok bahasan dalam Kristologi adalah tentang pribadi,
pengutusannya, riwayat hidup Yesus Kristus, Sang Putra Allah dan Sang Firman
yang telah menjadi manusia (daging), sejak Ia dikandung oleh perawan Maria,
pengurbanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke surga sampai
pada kedatangan-Nya kembali. Kristologi, tidak menambahkan pengertian baru tentang
Kristus, tetapi hanya menerangkan dan merumuskan secara metodis, apa yang
terdapat dalam Kitab Suci.
Kristologi merupakan cabang dari ilmu teologi. Mempelajari
Kristologi, tidak akan lepas dari mempelajari tentang Trinitas, karena keduanya tidak terpisahkan. Kristologi sendir,i
terbagi lagi menjadi beberapa cabang, seperti:
- Kristologi Kosmik, yaitu Kristologi yang membicarakan dan berfokus pada keseluruhan ciptaan.
- Kristologi Ekologi, yaitu Kristologi yang mengkaitkan dan berfokus pada kondisi alam
- Kristologi Feminis, yaitu Kristologi yang mnggunakan pendekatan atau kacamata feminis,yakni dari sudut pandang ketidak-adilan, penindasan, perbudakan, penindasan dan penderitaan
- dan lain-lain.
Di dalam Alkitab Perjanjian Lama, dapat kita temui sebutan
Mesias (bahasa Ibrani), yang merujuk kepada Yesus dan di dalam kitab Perjanjian
Baru, kita temui juga sebutan Kristus (bahasa Yunani) yang merujuk, juga pada
Yesus. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Yesus, adalah Kristus, Sang Mesias.
Dalam Perjanjian Lama,
Mesias berarti keluarga Daud, dan dalam Perjanjian
Baru, Kristus, berarti yang diurapi, dimana keduanya menunjuk kepada Yesus, maka
Yesus adalah raja dari keturunan Daud, yang diurapi.
Kata ini tersebut
dalam TUKR20111
Shekinah (Syekinah)
Kata “SHEKINAH” berarti kehadiran Allah. Kata “shekinah”,
sendiri, sebenarnya tidak ada dalam Alkitab. Tetapi dalam penjabaran lebih
lanjut orang Yahudi menuliskan “shekinah” sebagai “manifestasi nyata” (visible
manifestation) dari keberadaan / kehadiran Allah. “Shekinah” adalah kata benda
(feminin) yang memiliki makna keberadaan
/ kehadiran Allah yang mulia atau kemuliaan
Allah yang menyertai kehadiran-Nya, yang nampak di bumi dalam wujud fisik,
yang dapat ditangkap oleh indera manusia (bisa dirasakan, bisa dilihat, bisa
didengar).
Meskipun sebagai kata benda “feminin”,
meski demikian kata ini tidak menunjuk pada sosok yang setara dengan Allah,
yang bergender perempuan. Sebenarnya arti yang paling tepat dari ‘shekinah”,
tidak dapat dijabarkan dengan bahasa manusia, sebab hal ini menyangkut kedaulatann
Allah yang Mahatinggi.
Kata Shekinah, berasal dari kata Shakan
/ Shaken, yang berarti bermukim,
bertempat tinggal. Secara harafiah, kata shekinah sendiri berarti “Dia yang bertempat tinggal, bertakhta”,
dan sering dihubungkan dengan kemuliaan Allah, cahaya atau awan yang muncul di
atas tabut perjanjian. (Keluaran 40:34; Imamat16:2; 2 Samuel 6:2; 1 Raja-raja
8:10; 2 Tawarikh 5:13; Mazmur 80:1; Yesaya 37:16 dan Yehezkiel 9:3)
Di dalam Perjanjian Baru, kemuliaan Allah yang
dimanifestasikan (bahasa Ibrani: kabod) atau “shekinah”, dalam bahasa Yunani diterjemahkan sebagai “doxa”.
Sebagai contoh; “…Aku telah memberikan kepada mereka Kemuliaan (doxa), yang
Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah
satu” (Yohanes 17:22)
Ayat lain dalam Perjanjian Baru yang menunjuk akan kehadiran Allah (shekinah), sebagai contoh, dapat ditemukan pada Matius 18:20;
“Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka.”
Sabtu, 30 Juli 2016
Sangkakala - Nafiri - Terompet - Shofar
Sangkakala (nafiri, shofar, terompet), dalam sejarah bangsa Israel, pertama kali muncul pada Keluaran 19:16,19 “Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan.” dan “Bunyi sangkakala kian lama kian keras. Berbicaralah Musa, lalu Allah menjawabnya dalam guruh.
Orang Israel menggunakan tanduk domba jantan atau tandu
hewan yang panjang sebagai nafiri. Tetapi ada juga nafiri yang dibuat dari
perak, sebagaimana yang diperintahkan Musa untuk digunakan dan ditiup oleh para
imam (Bilangan 10:8).
Alat ini digunakan sebagai alat untuk memberi isyarat atau tanda, mengabarkan pengumuman kepada seluruh orang. Hari-hari suci diumumkan dengan nafiri. Kegunaan lain dari sangkakala (nafiri, terompet), antara lain :
Alat ini digunakan sebagai alat untuk memberi isyarat atau tanda, mengabarkan pengumuman kepada seluruh orang. Hari-hari suci diumumkan dengan nafiri. Kegunaan lain dari sangkakala (nafiri, terompet), antara lain :
- Sebagai tanda memberikan panggilan
untuk perang dan memulai perang “Dan apabila kamu maju berperang di
negerimu melawan musuh yang menyesakkan kamu, kamu harus memberi tanda semboyan
dengan nafiri, supaya kamu diingat di hadapan TUHAN, Allahmu, dan diselamatkan
dari pada musuhmu.” (Bil. 10:9)
Sangkakala juga dipakai saat Yosua menyatakan perang atas Yerikho (Yos. 6:4-20) dan juga dalam tujuan militer lainnya (Hak. 7:22). Saat Israel bertemu dengan musuh di medan perang, para imam dan orang Lewi akan membuka jalan dengan meniup sangkakala. (2 Kor. 3:12, Neh. 4:14, Yer 4:19, Am. 2:2, Zef. 1:6) - Mengumumkan bulan baru dan tahun Yobel. “Lalu engkau harus memperdengarkan bunyi sangkakala di mana-mana dalam bulan yang ketujuh pada tanggal sepuluh bulan itu; pada hari raya Pendamaian kamu harus memperdengarkan bunyi sangkakala itu di mana-mana di seluruh negerimu.” (Im. 25:9).
- Menyambut raja dan mengangkat raja
- Sebagai alat musik pada pesta musik,
seperti pesta pada hari pertama, pada setiap bulan ketujuh (Bil.
29:1) sebagai hari istirahat.
- Sangkakala juga dipakai dalam
penyembahan di Tabernakel dan Bait Suci . sangkakala dibunyikan saat Tabut
Perjanjian kembali ke perkemahan (1 Sam. 4:5, 2 Sam. 6:15) dan secara rutin
dipakai sebagai instrumen penyembahan di Bait Suci (2 Taw. 15:14, Mzm 47:6, 89:16,
150:5.
- Di kitab Perjanjian Baru, Sangkakala
(Nafir), digunakan sebagai tanda awal dari suatu peristiwa atau kejadian
penting pada masa yang akhir zaman (masa yang akan datang), misalnya
- Matius 24:311
- Tes. 4:16
- 1 Kor. 15:51-57
- Kitab Wahyu 8 - 11, gambaran akhir masa dimana ada tujuh sangkakala yang akan ditiup
Jenis-jenis
tiupan sangkakala
- Tekiah – calling / panggilan - tiupan panjang tunggal (suara pentahbisan raja)
- Shevarim – broken sound – tiga tiupan pendek (menandakan pertobatan)
- Teru’ah – alarm - Sembilan tiupan staccato beruntun (membangunkan jiwa, srbagai tanda alarm)
- Tekia g’dolah – tiupan tunggal yang sangat panjang (kemenangan)
Kamis, 28 Juli 2016
Arti Mezbah
Mezbah adalah tempat yang disucikan untuk Allah. Awalnya,
mezbah artinya adalah tempat mempersembahkan kurban bakaran, sekaligus sebagai
tempat berdoa, memuji dan menyembah Tuhan (1 Raja-raja 18:36-37). Dalam
perkembangannya, mezbah telah banyak mengalami perubahan bentuk dan maknanya
selama berabad-abad. Setelah menjadi tempat kurban bakaran, selanjutnya menjadi
meja tempat mempersembahkan kurban kepada Tuhan. Maknanya berkembang lagi
menjadi meja tempat kurban Tuhan Yesus (tubuh dan darah Tuhan Yesus) dan tempat
pewartaan firman Tuhan. Kata mezbah sering juga dikenal sebagai altar.
Tinjauan Historis
Mezbah kurban bakaran pada masa perjanjian lama, dibuat dengan sangat sederhana. Dalam bait suci di Yerusalem, ada kotak berbentuk empat persegi dari batu tanpa ditatah. Pada masa Perjanjian Baru, yaitu dalam sidang jemaat Kristen awal, pertama-tama, mezbah hanya dipahami secara simbolis. (bandingkan dengan Ibrani 13:10-13), karena makna Mezbah yang sesungguhnya adalah salib Kristus, dimana Tuhan mengurbankan diri-Nya bagi dunia. Kurban ini hanya dilakukan sekali saja dan berlaku untuk selama-lamanya. Karena itu, orang tidak lagi mengenal mezbah, yang di atasnya orang mempersembahkan kurban. Penulis surat Ibrani memberikan penjelasan-penjelasan yang terperinci mengenai hal ini (bandingkan dengan Ibrani 10:1-14).
Pada masa sidang jemaat Kristen awal, mereka menggunakan meja yang terbuat dari kayu dan yang dapat digerakkan, untuk perjamuan persekutuan mereka. Di atas meja itu, mereka meletakkan roti dan cawan berisi anggur. Dengan demikian, meja itu dipahami sebagai meja kurban, yaitu sebagai mezbah, yang menunjuk pada kurban Kristus di kayu salib, sehingga kurban tersebut menjadi nyata. Mezbah ini, bagi mereka adalah juga meja Tuhan, kemana sidang jemaat-Nya diundang.
Sejak abad ke-4, lambat laun meja ini diubah menjadi mezbah yang monumental. Meja tersebut diubah bentuknya dan dihias dengan indah, misalnya dengan gambar tokoh-tokoh dalam Alkitab. Mezbah juga mendapat tempat yang tertentu di dalam ruang gereja, di tengah-tengah tempat suci. Meskipun perkembangan indah yang luar biasa ini, arti yang sebenarnya dari mezbah ini tidak boleh dilupakan, yaitu menjadi meja Tuhan.
Dikemudian hari, melalui pemberian bentuk arsitektur khusus, orang berusaha untuk melengkapi mezbah dengan sebuah mimbar. Sejak saat itu, di banyak gereja, mezbah digunakan untuk perayaan perjamuan kudus dan keseluruhan liturgy kebaktian (tata cara kebaktian), sementara firman juga diwartakan dari mimbar.
Tinjauan Historis
Mezbah kurban bakaran pada masa perjanjian lama, dibuat dengan sangat sederhana. Dalam bait suci di Yerusalem, ada kotak berbentuk empat persegi dari batu tanpa ditatah. Pada masa Perjanjian Baru, yaitu dalam sidang jemaat Kristen awal, pertama-tama, mezbah hanya dipahami secara simbolis. (bandingkan dengan Ibrani 13:10-13), karena makna Mezbah yang sesungguhnya adalah salib Kristus, dimana Tuhan mengurbankan diri-Nya bagi dunia. Kurban ini hanya dilakukan sekali saja dan berlaku untuk selama-lamanya. Karena itu, orang tidak lagi mengenal mezbah, yang di atasnya orang mempersembahkan kurban. Penulis surat Ibrani memberikan penjelasan-penjelasan yang terperinci mengenai hal ini (bandingkan dengan Ibrani 10:1-14).
Pada masa sidang jemaat Kristen awal, mereka menggunakan meja yang terbuat dari kayu dan yang dapat digerakkan, untuk perjamuan persekutuan mereka. Di atas meja itu, mereka meletakkan roti dan cawan berisi anggur. Dengan demikian, meja itu dipahami sebagai meja kurban, yaitu sebagai mezbah, yang menunjuk pada kurban Kristus di kayu salib, sehingga kurban tersebut menjadi nyata. Mezbah ini, bagi mereka adalah juga meja Tuhan, kemana sidang jemaat-Nya diundang.
Sejak abad ke-4, lambat laun meja ini diubah menjadi mezbah yang monumental. Meja tersebut diubah bentuknya dan dihias dengan indah, misalnya dengan gambar tokoh-tokoh dalam Alkitab. Mezbah juga mendapat tempat yang tertentu di dalam ruang gereja, di tengah-tengah tempat suci. Meskipun perkembangan indah yang luar biasa ini, arti yang sebenarnya dari mezbah ini tidak boleh dilupakan, yaitu menjadi meja Tuhan.
Dikemudian hari, melalui pemberian bentuk arsitektur khusus, orang berusaha untuk melengkapi mezbah dengan sebuah mimbar. Sejak saat itu, di banyak gereja, mezbah digunakan untuk perayaan perjamuan kudus dan keseluruhan liturgy kebaktian (tata cara kebaktian), sementara firman juga diwartakan dari mimbar.
Mezbah juga memiliki fungsi, sebagai tempat pewartaan firman dan tempat persiapan Perjamuan Kudus. Mezbah ini senantiasa merupakan tempat yang kudus dan dikhususkan. Mezbah ini juga tidak boleh kehilangan kekudusannya, meskipun hanya pada waktu-waktu tertentu digunakan untuk upacara-upacara suci di dalam kerangka kebaktian. Tempat ini di dalam rumah Allah, sama seperti rumah Allah itu sendiri, adalah senantiasa suci. Ini hendaknya kita pahami dan mengerti dengan sungguh-sungguh, jika kita memasuki rumah Allah. Kekudusan rumah Allah tidak boleh di rusak oleh tindakan manusia yang tidak sepantasnya.
Ruangan-ruangan yang digunakan untuk kebaktian, dikuduskan
oleh persekutuan kebaktian, yang terdiri dari mezbah, Pemangku Jawatan dan sidang
jemaat. Permohonan untuk mengkuduskan tempat itu, dapat disebutkan oleh pemimpin
kebaktian, dalam doa pembukaan.
Rumah Allah, dimana mezbah berada, juga memiliki arti eskatalogis, artinya, suatu hal yang membawa keselamatan, dan menunjuk pada masa yang akan datang. Kita menyeberangi ambang batas yang melambangkan peralihan dari dunia yang dipenuhi oleh dosa, ke dalam dunia kehidupan kekal, ke dalam mana semua orang diundang. Tempat dan peristiwa kebaktian pada dasarnya adalah gambaran rumah Bapa, yaitu tempat dimana umat Allah sedang menempuh perjalanan menuju ke sana. Di tempat tujuan jalan kepercayaan kita, Allah akan berdiam di tengah-tengah manusia dan mereka akan menjadi umat-Nya. (bandingkan dengan Wahyu 21:3-4)
Doa dan Pewartaan firman pada mezbah
Dengan mengingat kekudusan dari tempat tersebut, Pemangku Jawatan hendaknya mendekat pada mezbah dengan penuh kepatutan. Jalan masuk trinitaris (seruan Allah Tritunggal), begitu juga doa pembukaan, harus senantiasa disesuaikan dengan kekudusan tempat itu. Pilihan kata dalam situasi khusus, hendaknya tepat. Pada tempat ini, Pemimpin kebaktian akan betindak sebagai juru bicara sedangkan sidang jemaat dapat berbicara, menyatakan permohonannya kepada Allah.
Khotbah yang disampaikan adalah pewartaan firman Allah. Dalam hal ini dituntut disiplin diri dan kekudusan dari para ha,ba Allah yang melayani. Bahasa pergaulan yang terlampau bebas dan sembarangan, tidaklah tepat. Juga gambaran-gambaran yang bersifat sangat keduniawian dan hubungan-hubungan kehidupan sehari-hari yang tidak pantas, tidaklah memiliki tempat di sini (jangan disebutkan dari mezbah).
Kekudusan hendaknya juga dapat senantiasa dirasakan pada saat doa “Bapa Kami”, penyampaian firman pengampunan dosa, dan doa kurban. Rangkaian kata-kata dalam Liturgi tidak boleh diucapkan dengan begitu saja /serampangan. Rangkaian kata dalam Liturgi kebaktian bukanlah formalitas, yang hanya diucapkan menurut kebiasaan. Sidang jemaat harus dapat merasakan, apa yang dimaksud dan apa yang terjadi.
Hamba Allah yang berkhotbah, begitu juga sidang jemaat diliputi oleh sesuatu yang penuh misteri (rahasia), yang mungkin tidak dapat segera kita mengerti dengan akal sehat. Hanya dengan kepercayaan, kita dapat mengenali bahwa Allah hadir dan melayani sidang jemaat-Nya. Misteri (rahasia) dalam kebaktian, berlangsung sampai “Amin” doa penutup. Adalah tugas yang mulia dari hamba Allah (Pemangku Jawatan), yang melaksanakan kebaktian, untuk di dalam tugas Rasul, yang mengutusnya, dan di dalam kemanunggalan dengan-Nya, menjadikan firman Allah dapat didengar, dan rahasia ilahi dapat dihayati. Ini menguatkan sidang jemaat dan memberikan kepastian dan semangat kepada mereka untuk melanjutkan perjalanan di atas jalan kepercayaan-Nya. Pada akhirnya rahasia ilahi akan sepenuhnya terbuka, jika kita dipersatukan dengan Tuhan untuk selama-lamanya.
Terinspirasi TUK EK0709
Langganan:
Postingan (Atom)