Selasa, 09 Agustus 2016

Kurban Yang Berkenan Kepada Allah (Ibrani 13:15-16)

Nas Alkitab :

Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah. 

Setiap kali kita dapat mempersembakan Kurban Syukur Istimewa, terbukalah kesempatan bagi kita untuk memandang ke belakang dan melihat semua perbuatan baik, secara jasmani dan rohani, yang telah Dia nyatakan kepada kita semua. Selanjutnya, kita kembali ingin berterima kasih, bersyukur serta memuji Allah. Rasa syukur, terima kasih serta kepujian yang kita naikkan untuk memuliakan dan mengagungkan nama-Nya, hendaknya kita nyatakan melalui perkataan dan perbuatan.

Sementara ini, meski rasa syukur dan terima kasih kita, cenderung lebih banyak berpusat pada apa yang telah kita alami secara pribadi, pujian kita hendaknya senantiasa dan tetaplah berpusat pada Allah, sumber dari segala sesuatu yang ada. Pujian kepada Allah tidak boleh tergantung hanya pada situasi kehidupan pribadi kita.

Nas Alkitab kita mengimbau kita untuk mempersembahkan kurban syukur (terjemahan Luther 1984: kurban pujian) kepada Allah (ayat 15) dan melakukan pekerjaan-pekerjaan kasih kepada sesama kita (ayat 16). Seruan ini berdasar pada kenyataan bahwa kedua kurban ini adalah kurban yang berkenan kepada Allah.

Kurban di dalam perjanjian baru

Surat Ibrani menunjukkan gambaran tentang Yesus Kristus sebagai Imam Besar perjanjian baru. Dengan kurban Kristus, seluruh jasa kurban di dalam perjanjian lama, menjadi kehilangan maknanya “sekali untuk selama-lamanya” (Ibr. 10:8–18). Di dalam perjanjian baru, kurban persembahan adalah jawaban umat Kristen atas tindakan penyelamatan Kristus. Di sini berkenaan dengan pengorbanan kepada Allah, yang kita nyatakan di dalam perkataan dan perbuatan. Demikianlah Rasul Paulus menasihati kita, supaya mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai ibadah kepada Allah (Rm. 12: 1). Tenaga pendorong untuk dapat melakukan hal itu, adalah kasih kita kepada Allah dan sesama kita.

Kurban pujian

Penulis Surat Ibrani mengimbau kita untuk senantiasa mempersembahkan kurban pujian kepada Allah melalui Dia (Kristus), dan menambahkan: “yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya” (ayat 15). “Kurban pujian” ini dapat dilakukan dengan:
  • doa-doa pujian dan syukur 
  • mengakui Tuhan di hadapan sesama, dengan kata lain menyebarkan nama dan perbuatan baik Kristus, kepada orang lain (1 Ptr. 2:9) 
  • menselaraskan hidup kita sesuai dengan Injil.
Namun, mempersembahkan bakat-bakat, dan uang kita dalam arti lebih luas, juga dapat dianggap sebagai kurban pujian, karena surat Ibrani juga mengimbau kita untuk berbagi harta milik kita dengan orang lain (ayat 16).

Kurban dan jasa kurban Kristus, membukakan jalan dan juga menjadi alasan bagi kita untuk mempersembahkan kurban pujian kita sendiri. Hanya melalui iman kepada Putra Allah, fondasi untuk dapat mempersembahkan suatu kurban pujian yang menyeluruh semacam itu kepada Allah, dapat tercipta.

Istilah “senantiasa” berarti, mengacu pada kenyataan bahwa pujian dan rasa syukur itu, hendaknya dipersembahkan kepada Allah secara terus-menerus, bukan hanya pada Hari Ucap Syukur Istimewa, tetapi dengan cara yang sangat patut dicontoh, seperti pada hari ucap syukur istimewa.

Tidak seorang pun dapat dipaksa untuk mempersembahkan pujian dan syukur kepada Allah. Ini adalah urusan hati. Hal ini berarti bahwa kurban pujian dan kurban syukur berasal dari hati kita yang paling dalam. Rasul Paulus menulis: “Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm. 5:5). Melalui Roh Allah yang tinggal di dalam diri kita, kita menerima tenaga untuk memuji Allah di dalam segala situasi, bahkan di dalam kesulitan-kesulitan yang besar (Kis. 16:23–25). Demikian juga halnya dengan suatu doa, betapa pun itu mungkin sarat dengan kekhawatiran, doa-doa kita hendaknya juga senantiasa dapat berisi pujian dan rasa syukur.

Pekerjaan-pekerjaan kasih

Apabila kita memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya berdasarkan kasih, maka hal ini akan mendorong kita juga, untuk mempraktekkan kasih kepada sesama kita. Ini akan ternyata, saat kita berpaling kepada mereka yang membutuhkan pertolongan rohani maupun jasmani. Rasul Paulus memberikan petunjuk, “Marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal. 6:10).

Kita menolong karena Allah telah menolong kita, dan kita menolong berdasarkan kasih kepada sesama kita. Pekerjaan yang demikian, kurban yang demikian, berkenan kepada Allah. Itu adalah benih untuk suatu panenan yang sebagian telah kita alami di sini, tetapi terutama nanti, di masa depan. Di dalam perumpamaan tentang penghakiman yang terakhir, Putra Allah telah menunjuk pada panenan masa depan (Mat. 25:31– 40).

Apabila kita menyerahkan diri kita seluruhnya kepada Allah, berdasarkan kasih di dalam perkataan dan perbuatan, maka seluruh hidup kita akan menjadi suatu pujian bagi Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar