Sabtu, 30 Juli 2016

Untuk Apa Saya Hidup?



Untuk menjawab pertanyaan di atas, seseorang harus terlebih dahulu menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana, tapi memiliki makna yang sangat besar, seperti yang tersebut di bawah ini

  • Percayakah kita bahwa ada misi dibalik penciptaan segala sesuatu oleh Allah? 
  • Kenapa kita harus diciptakan, dihadirkan dan hidup di dunia oleh Allah? 
  • Untuk maksud apa Allah menciptakan saya ?

Secara umum Rasul Paulus memberikan jawabannya kepada kita. “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”. (Efesus 2:10) 

Pekerjaan baik Apa? Pekerjaan baik yang dikehendaki Allah adalah untuk melayani Allah dan sesama. “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”. (Matius 20:26-28)

Jadi manusia diciptakan oleh Allah tidak hanya bekerja dan hidup untuk diri sendiri tetapi untuk melayani Allah dan sesama.

  • Melayani Tuhan  (1 Petrus 2:9) Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. Mempersembahkan pujian dan penyembahan kepadaAllah. Menjadi saksi dalam perkataan, perbuatan, Menyebarluaskan injil , Melakukan pekerjaan-pekerjaan baik
  • Melayani Keluarga (Amsal 1-9). Untuk merawat, mendidik dan mengarahkan, anak-anak keturunan kita.
  • Melayani Orang Tua. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.(keluaran 20:12)
  • Melayani Sesama. Contoh yang sangat baik untuk melayani sesama ini, selain apa yang telah diteladankan oleh Yesus sendiri, juga apa yang diceritakan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:33-34).

Mari kita secara lebih dalam mencermati apa yang diceritakan oleh Yesus tentang orang Samaria yang baik hati. 
  • Hal yang mendasari orang Samaria ini melakukan kesemuanya adalah kasih kepada sesama,
  • Ketika ia melihat orang itu..., Kasih memampukan ia dapat melihat dan mengenali dengan hati, akan kesulitan, dan penderitaan orang lain, sehingga ia mendatangi orang tersebut dan menolongnya
  • ...tergeraklah hatinya oleh belas kasihan
    Ia memiliki belas kasihan dan empati (tanpa menunggu seseorang berseru mohon pertolongan)
  • Ia pergi kepadanya…
    Ia tidak peduli dengan status, aturan atau apapun yang membatasi keinginnan untuk bertindak dan menolong orang lain. Ia pun tidak peduli dengan apa yang mungkin ia alami, karena harus berhubungan dengan orang Yahudi 
  • ...dan merawatnya
    Ia tidak segan-segan mengeluarkan biaya, Tidak segan-segan menyediakan sarana yang di miliki, tidak segan-segan menyediakan waktu dan tenaga

Ada pepatah yang mengatakan “Berbagi tidaklah pernah rugi”. Mungkin orang Samaria yang baik hati ini, tidak pernah mendengar atau terpikir mengenai pepatah ini atau dengan upah yang akan ia terima dengan melakukan hal itu. Tetapi memang demikianlah adanya, Allah, sang empunya segala, memang tidak pernah membiarkan sesuatu pekerjaan tanpa upah.

  • Matius 25:40, "Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku".
  • Matius 10:42, "Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.”

Sadarkah kita akan tugas yang harus kita emban selama kita hiudp di dunia ini? Janganlah kita menyimpan sekeping talenta yang kita miliki, melainkan layanilah Tuhan Allahmu dan layani sesamamu manusia, maka upahmu besar di surga.

Sangkakala - Nafiri - Terompet - Shofar




Sangkakala (nafiri, shofar, terompet), dalam sejarah bangsa Israel, pertama kali muncul pada Keluaran 19:16,19 “Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan.” dan “Bunyi sangkakala kian lama kian keras. Berbicaralah Musa, lalu Allah menjawabnya dalam guruh.


Orang Israel menggunakan tanduk domba jantan atau tandu hewan yang panjang sebagai nafiri. Tetapi ada juga nafiri yang dibuat dari perak, sebagaimana yang diperintahkan Musa untuk digunakan dan ditiup oleh para imam (Bilangan 10:8).

Alat ini digunakan sebagai alat untuk memberi isyarat atau tanda, mengabarkan pengumuman kepada seluruh orang. Hari-hari suci diumumkan dengan nafiri. Kegunaan lain dari sangkakala (nafiri, terompet), antara lain :

  • Sebagai tanda memberikan panggilan untuk perang dan memulai perang “Dan apabila kamu maju berperang di negerimu melawan musuh yang menyesakkan kamu, kamu harus memberi tanda semboyan dengan nafiri, supaya kamu diingat di hadapan TUHAN, Allahmu, dan diselamatkan dari pada musuhmu.” (Bil. 10:9)
    Sangkakala juga dipakai saat Yosua menyatakan perang atas Yerikho (Yos. 6:4-20) dan juga dalam tujuan militer lainnya (Hak. 7:22). Saat Israel bertemu dengan musuh di medan perang, para imam dan orang Lewi akan membuka jalan dengan meniup sangkakala. (2 Kor. 3:12, Neh. 4:14, Yer 4:19, Am. 2:2, Zef. 1:6)
  • Mengumumkan bulan baru dan tahun Yobel. Lalu engkau harus memperdengarkan bunyi sangkakala di mana-mana dalam bulan yang ketujuh pada tanggal sepuluh bulan itu; pada hari raya Pendamaian kamu harus memperdengarkan bunyi sangkakala itu di mana-mana di seluruh negerimu.” (Im. 25:9).
  • Menyambut raja dan mengangkat raja 
  • Sebagai alat musik pada pesta musik, seperti pesta pada hari pertama, pada setiap bulan ketujuh (Bil. 29:1) sebagai hari istirahat.
  • Sangkakala juga dipakai dalam penyembahan di Tabernakel dan Bait Suci . sangkakala dibunyikan saat Tabut Perjanjian kembali ke perkemahan (1 Sam. 4:5, 2 Sam. 6:15) dan secara rutin dipakai sebagai instrumen penyembahan di Bait Suci (2 Taw. 15:14, Mzm 47:6, 89:16, 150:5.
  • Di kitab Perjanjian Baru, Sangkakala (Nafir), digunakan sebagai tanda awal dari suatu peristiwa atau kejadian penting pada masa yang akhir zaman (masa yang akan datang), misalnya
    - Matius 24:311
    - Tes. 4:16
    - 1 Kor. 15:51-57
    - Kitab Wahyu 8 - 11, gambaran akhir masa dimana ada tujuh sangkakala   yang akan ditiup

Alat ini kadang masih dipakai di sinagoge-sinagoge modern masa sekarang ini. Jadi jika seseorang membunyikan sangkakala (nafiri, terompet), menandakan ada suatu peristiwa penting.

 Jenis-jenis tiupan sangkakala
  • Tekiahcalling / panggilan - tiupan panjang tunggal (suara pentahbisan raja) 
  • Shevarim  – broken sound – tiga tiupan pendek (menandakan pertobatan) 
  • Teru’ahalarm - Sembilan tiupan staccato beruntun (membangunkan jiwa, srbagai tanda alarm) 
  • Tekia g’dolah – tiupan tunggal yang sangat panjang (kemenangan)

Tugas dan Karunia, Berasal dari Allah (Yohanes 17:7)


Nas Alkitab : 

Sekarang mereka tahu, bahwa semua yang Engkau berikan kepadaKu itu berasal daripadaMu. 

Pada saat doa imamat agung, Tuhan Yesus memberikan suatu kesaksian yang menakjubkan kepada murid-murid-Nya: “Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang daripada-Mu, dan mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku… dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka” (Yohanes 17:8-10). Para murid Yesus menyadari bahwa Yesus Kristus, Sang Putera Allah, datang dari Sang Bapa, pengutus-Nya. Yesus pun menerangkan, bahwa semua karunia dari Sang Putera, datangnya juga dari Sang Bapa. Apakah yang diterima Sang Putera dari Bapa-Nya? Yaitu tugas untuk pergi ke dunia dan menyampaikan kehendak Allah.

Kristus adalah titik pusat rencana kelepasan ilahi. Yesus menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan menenangkan angin dan ombak, tetapi Ia tetap rendah hati di dalam kesadaran: bahwa semuanya telah diberikan kepada-Ku oleh Sang Bapa. Kemudian, Ia menanggungkan kepada diri-Nya dosa-dosa umat manusia dan menyerahkan hidup-Nya, yang tanpa dosa, sebagai kurban di atas kayu salib. Sebelum itu, Ia harus mengalami penderitaan yang tak terlukiskan di taman Getsemani dan juga di Golgota. Dari manakah Ia mendapatkan kekuatan untuk menanggung semua ini, dan dari manakah kasih yang tak ada habisnya bagi para pendosa? Semuanya telah diberikan kepada-Nya oleh Bapa-Nya. Di dalam pengetahuan, bahwa segala sesuatu yang mereka terima dari Pengutus mereka, datangnya dari Sang Bapa, para Rasul Yesus juga melaksanakan tugas mereka.

Apa yang pada masa sekarang ini diterima oleh umat manusia, yang telah dipilih Tuhan, di dalam sakramen dan pelayanan Roh Kudus, memang disampaikan oleh manusia, tetapi mereka bertindak atas tugas Rasul dan itu berarti juga tugas dari Kristus dan Bapa-Nya. Jadi firman dan sakramen adalah karunia ilahi. Juga penghiburan di rumah Allah yang boleh dialami jiwa-jiwa yang patah hati, diucapkan oleh kata-kata manusia, tetapi berasal dari takhta Allah.

Jika kita mengenali, bahwa apa yang diberikan kepada kita di dalam pengajaran Rasul, di dalam persekutuan, di dalam pemecahan roti dan di dalam berdoa itu adalah berdasarkan kasih Allah, maka kita juga akan tetap bertekun di dalamnya. Berbahagialah kita, karena diundang ke perjamuan kawin Anak Domba (bandingkan dengan Wahyu 19:9). Semua ini tidak dapat kita hasilkan dengan usaha kita sendiri; semua ini dikaruniakan kepada kita oleh Allah sebagai karunia kemurahan.

Tetap Hijau dan Berbuah

Nas Alkitab :

Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.(Yeremia 17:7-8)

Pengharapan dan Pengandalan, benar-benar merupakan buah dari tingkat atau hasil kepercayaan yang tinggi. Barangsiapa kaya dalam pengalaman kepercayaan dan banyak doa-doa yang dikabulkan, di dalam dirinya akan ada pengharapan. Ia akan memiliki pengandalan diri yang teguh pada firman dan kemurahan Allah, tanpa dapat digoyahkan. 

Namun, sebagian orang telah membiarkan diri mereka, bergerak menjauhkan diri dari sikap sedemikian itu. Ada orang-orang yang beranggapan, bahwa jalannya telah menjadi terlalu sempit (walaupun jalan itu cukup lebar untuk dijalani orang). Sebagian orang menjauhkan diri, karena pengaruh nafsu dunia atau karena mereka hanya memikirkan karier mereka. Sementara yang lain meninggalkan jalan itu karena jalan itu menjadi sangat tidak nyaman atau karena mereka merasa tersinggung. Semua alasan ini akan lenyap pada hari Tuhan, seperti kabut terkena sinar matahari; semua itu tidak berarti apapun dihadapan Yang Mahakuasa. Oleh karena itu kita ingin berpaut dengan erat, dengan teguh dan tak tergoyahkan pada Bapa surgawi kita. “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh pengharapannya pada Tuhan.”

Kemurahan Allah yang diberikan melalui jasa kurban Kristus, mengalir dari Minggu ke Minggu diantara kita. Kemurahan-Nya juga terkandung di dalam firman yang memiliki daya cipta. Kita ingin menjadi pohon kehidupan, yang senantiasa mengambil air kehidupan dari sumber kemurahan ilahi. Barangsiapa tumbuh dan berakar sedemikian ini, tidak perlu takut panas terik, karena pohon-pohon yang tumbuh di tepi air akan tetap hijau.

Tidak kita pungkiri, bahwa panas terik pasti akan menghampiri (bandingkan dengan 1 Petrus 4:12). Seringkali panas terik itu datang pada saat yang tidak diharapkan. Apakah sebenarnya panas terik itu? Misalnya, kekuatiran dan ujian-ujian. Tetapi Allah memperkenankan hal-hal itu terjadi; kepercayaan dan pengharapan kita harus diuji. 

Hijau adalah lambang pengharapan. Pengharapan kita yang terbesar adalah ikut ambil bagian pada hari kedatangan Kristus kembali, hari Tuhan. Rasul Paulus menulis: “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus, kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan” (Roma 15:13). Marilah kita melihat diri kita sendiri dalam cermin firman Allah: Apakah kita masih hijau, atau di sana-sini telah menjadi kering, tanpa sukacita, tanpa damai sejahtera, tanpa pengharapan?

Sekiranya terjadi kekeringan, panas terik, pencobaan, kekawatiran, kekurangan atau godaan yang berkepanjangan, pohon kehidupan kita akan tetap hijau dan tidak akan pernah berhenti menghasilkan buah, sepanjang kita dapat senantiasa mengambil air kehidupan dari sumber kemurahan ilahi.



Terinspirasi BJM030598

Kamis, 28 Juli 2016

Hati Yang Berbobot

Nas Alkitab : 

Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.(Amsal 21:2) 

Kebanyakan orang berpendapat bahwa apa yang mereka lakukan itu sungguh-sungguh benar. Meski manusia memiliki kelemahan, tetapi kebanyakan orang hidup dalam kehidupan yang layak dan sering menggunakan kutipan ini sebagai pengukur: “Lakukanlah apa yang benar dan jangan takut pada siapapun.” Namun, mereka lupa bahwa mereka perlu senantiasa memiliki rasa takut kepada Tuhan.

Dari nas di atas dinyatakan bahwa Tuhanlah yang menguji hati. Lantas bobot hati yang bagaimanakah yang akan dapat diterima menurut timbangan ilahi?

Berikut adalah beberapa hal yang menjadikan hati kita berbobot, diterima atau layak bagi Tuhan:

  • Hati yang takut akan Allah. Rasa takut akan Allah adalah awal semua kebijaksanaan; cirinya adalah kerendahan hati seperti anak-anak, dan orang itu akan mengerahkan setiap usaha untuk melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah dan menolak untuk melakukan perkara-perkara yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
    Apabila rasa takut akan Allah dalam hati mulai hilang, maka pintu, ya bahkan pintu gerbang menuju semua tingkatan dan ragam dosa, akan terbuka.
  • Hati yang murni. Sesuai dengan firman Yesus, barangsiapa memiliki hati yang murni akan dapat mengenali ciptaan rohani, tidak saja pada apa yang terlihat, tetapi bahkan pada apa yang tidak terlihat (Matius 5:8)
  • Hati yang mantap dan teguh. Ini mempermudah untuk mengikut di dalam segala keadaan kehidupan.
  • Hati yang kuat. Kekuatannya timbul dari kepercayaan yang seperti anak-anak. Barangsiapa percaya tidak akan melarikan diri.
  • Hati yang dipenuhi oleh kasih yang pertama. Hati semacam ini akan memberikan ruang yang luas kepada Roh Kudus, berusaha membawa kesukaan bagi Tuhan, dan senantiasa berusaha untuk berbuat apa yang baik.
  • Hati yang penuh harap. Hati yang penuh pengharapan menampakkan bobot yang banyak pada timbangan ilahi, karena pengharapan adalah keyakinan yang pasti bahwa semua akan digenapkan dengan cara yang paling indah pada hari Tuhan. Pengharapan pada kenyataannya, tidak lebih daripada kepercayaan menantikan dengan sabar sampai akhir

Apabila sebuah hati diletakkan di atas timbangan ilahi, segala sesuatu yang memiliki bobot duniawi tidak ada artinya. Karena hanya yang memiliki bobot di mata Allah yang akan diperhitungkan – dan itu adalah kebajikan-kebajikan hati.

Terinspirasi BJ020898

Pintu Yang Terbuka


Nas Alkitab

…lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun. (Wahyu 3:8) 

Sang Putera Allah yang telah dipermuliakan, memuji sidang jemaat yang ada di Philadelphia. Yang membedakan sidang ini dengan yang lainnya adalah, kesetiaan yang besar, yang ada pada mereka, meski sidang jemaatnya kecil. Sidang jemaat ini mampu mempertahankan kepercayaannya, meski harus menghadapi banyak keadaan yang menekan dan merugikan.

Yesus Kristus, juga mendatangi sidang jemaat-Nya pada masa sekarang ini. Dimana pun gereja-Nya itu didirikan, Ia masuk ke lingkungan para pilihan, dan berseru kepada mereka: “Lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu”. Pintu ini juga ada pada masa sekarang ini.

Kita baca dalam Alkitab mengenai banyak “pintu” yang terbuka. Tuhan membuka “pintu” bagi umat Israel melalui laut Merah, sehingga mereka dapat menyeberang tanpa terhalang. Tetapi ketika pasukan Firaun akan melewatinya, Tuhan menutupnya kembali, sehingga pasukan Firaun binasa di tengah-tengah laut (bandingkan dem\ngan Keluaran 14:13-14, 21-23).

Daniel dicampakkan ke dalam gua singa, karena kepercayaannya kepada Allah, tetapi Tuhan memeliharanya, sehingga Daniel selamat dan tidak cedera dan bahwa pintu keluar dari gua itu terbuka baginya; namun musuh-musuh Daniel terbunuh di sana (bandingkan dengan Daniel 6:8, 11, 18-25).

Beberapa tahun kemudian Allah membuka pintu bagi orang-orang Israel, sehingga mereka dapat keluar dari pembuangan di Babel, pulang ke tanah tumpah darah mereka (bandingkan dengan Esra 1:1-4). Begitulah Allah membuka banyak pintu bagi umat-Nya untuk keselamatan mereka. Bahkan sebelum dunia ini beralas, Allah telah membuka “pintu”  pilihan bagi kita. Tuhan menjelaskan bagaimana orang dapat masuk ke dalam kerajaan Allah: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam kerajaan Allah (Yohanes 3:5). Bagi kita pilihan dan kelahiran baru dengan air dan roh telah dilaksanakan, ini merupakan prasyarat untuk dapat di terima pada saat Tuhan Yesus datang kembali.

Pintu untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah pada saat sekarang ini belum di tutup, Tuhan masih mempertahankannya terbuka. Tugas kita adalah untuk menarik perhatian sesama kita pada pintu ini. Juga penting bagi kita untuk mengenali pintu terbuka ini di dalam jawatan Rasul. Tuhan berkata kepada para RasulNya: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya di ampuni, dan jika kamu menyatakan dosa orang itu tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yohanes 20:23). Betapa besar kuasa yang diletakkan Tuhan ke dalam jawatan ini! Pintu ini adalah pintu menuju ke kemurahan dan untuk memperoleh keanak-Allahan; orang yang masuk melalui pintu ini, dapat dirampungkan dan menjadi patut, dan kemudian, berdasarkan kemurahan, melalui pintu yang terbuka ini, masuk ke ruang pesta nikah Sang Anak Domba.




Terinspirasi RBBJ101297

Arti Mezbah




Mezbah adalah tempat yang disucikan untuk Allah. Awalnya, mezbah artinya adalah tempat mempersembahkan kurban bakaran, sekaligus sebagai tempat berdoa, memuji dan menyembah Tuhan (1 Raja-raja 18:36-37). Dalam perkembangannya, mezbah telah banyak mengalami perubahan bentuk dan maknanya selama berabad-abad. Setelah menjadi tempat kurban bakaran, selanjutnya menjadi meja tempat mempersembahkan kurban kepada Tuhan. Maknanya berkembang lagi menjadi meja tempat kurban Tuhan Yesus (tubuh dan darah Tuhan Yesus) dan tempat pewartaan firman Tuhan. Kata mezbah sering juga dikenal sebagai altar. 

Tinjauan Historis 

Mezbah kurban bakaran pada masa perjanjian lama, dibuat dengan sangat sederhana. Dalam bait suci di Yerusalem, ada kotak berbentuk empat persegi dari batu tanpa ditatah. Pada masa Perjanjian Baru, yaitu dalam sidang jemaat Kristen awal, pertama-tama, mezbah hanya dipahami secara simbolis. (bandingkan dengan Ibrani 13:10-13), karena makna Mezbah yang sesungguhnya adalah salib Kristus, dimana Tuhan mengurbankan diri-Nya bagi dunia. Kurban ini hanya dilakukan sekali saja dan berlaku untuk selama-lamanya. Karena itu, orang tidak lagi mengenal mezbah, yang di atasnya orang mempersembahkan kurban. Penulis surat Ibrani memberikan penjelasan-penjelasan yang terperinci mengenai hal ini (bandingkan dengan Ibrani 10:1-14).

Pada masa sidang jemaat Kristen awal, mereka menggunakan meja yang terbuat dari kayu dan yang dapat digerakkan, untuk perjamuan persekutuan mereka. Di atas meja itu, mereka meletakkan roti dan cawan berisi anggur. Dengan demikian, meja itu dipahami sebagai meja kurban, yaitu sebagai mezbah, yang menunjuk pada kurban Kristus di kayu salib, sehingga kurban tersebut menjadi nyata. Mezbah ini, bagi mereka adalah juga meja Tuhan, kemana sidang jemaat-Nya diundang.

Sejak abad ke-4, lambat laun meja ini diubah menjadi mezbah yang monumental. Meja tersebut diubah bentuknya dan dihias dengan indah, misalnya dengan gambar tokoh-tokoh dalam Alkitab. Mezbah juga mendapat tempat yang tertentu di dalam ruang gereja, di tengah-tengah tempat suci. Meskipun perkembangan indah yang luar biasa ini, arti yang sebenarnya dari mezbah ini tidak boleh dilupakan, yaitu menjadi meja Tuhan.

Dikemudian hari, melalui pemberian bentuk arsitektur khusus, orang berusaha untuk melengkapi mezbah dengan sebuah mimbar. Sejak saat itu, di banyak gereja, mezbah digunakan untuk perayaan perjamuan kudus dan keseluruhan liturgy kebaktian (tata cara kebaktian), sementara firman juga diwartakan dari mimbar.

Mezbah juga memiliki fungsi, sebagai tempat pewartaan firman dan tempat persiapan Perjamuan Kudus. Mezbah ini senantiasa merupakan tempat yang kudus dan dikhususkan. Mezbah ini juga tidak boleh kehilangan kekudusannya, meskipun hanya pada waktu-waktu tertentu digunakan untuk upacara-upacara suci di dalam kerangka kebaktian. Tempat ini di dalam rumah Allah, sama seperti rumah Allah itu sendiri, adalah senantiasa suci. Ini hendaknya kita pahami dan mengerti  dengan sungguh-sungguh, jika kita memasuki rumah Allah. Kekudusan rumah Allah tidak boleh di rusak oleh tindakan manusia yang tidak sepantasnya.

Ruangan-ruangan yang digunakan untuk kebaktian, dikuduskan oleh persekutuan kebaktian, yang terdiri dari mezbah, Pemangku Jawatan dan sidang jemaat. Permohonan untuk mengkuduskan tempat itu, dapat disebutkan oleh pemimpin kebaktian, dalam doa pembukaan.

Rumah Allah, dimana mezbah berada, juga memiliki arti eskatalogis, artinya, suatu hal yang membawa keselamatan, dan menunjuk pada masa yang akan datang. Kita menyeberangi ambang batas yang melambangkan peralihan dari dunia yang dipenuhi oleh dosa, ke dalam dunia kehidupan kekal, ke dalam mana semua orang diundang. Tempat dan peristiwa kebaktian pada dasarnya adalah gambaran rumah Bapa, yaitu tempat dimana umat Allah sedang menempuh perjalanan menuju ke sana. Di tempat tujuan jalan kepercayaan kita, Allah akan berdiam di tengah-tengah manusia dan mereka akan menjadi umat-Nya. (bandingkan dengan Wahyu 21:3-4)

Doa dan Pewartaan firman pada mezbah

Dengan mengingat kekudusan dari tempat tersebut, Pemangku Jawatan hendaknya mendekat pada mezbah dengan penuh kepatutan. Jalan masuk trinitaris (seruan Allah Tritunggal), begitu juga doa pembukaan, harus senantiasa disesuaikan dengan kekudusan tempat itu. Pilihan kata dalam situasi khusus, hendaknya tepat. Pada tempat ini, Pemimpin kebaktian akan betindak sebagai juru bicara sedangkan sidang jemaat dapat berbicara, menyatakan permohonannya kepada Allah.

Khotbah yang disampaikan adalah pewartaan firman Allah. Dalam hal ini dituntut disiplin diri dan kekudusan dari para ha,ba Allah yang melayani. Bahasa pergaulan yang terlampau bebas dan sembarangan, tidaklah tepat. Juga gambaran-gambaran yang bersifat sangat keduniawian dan hubungan-hubungan kehidupan sehari-hari yang tidak pantas, tidaklah memiliki tempat di sini (jangan disebutkan dari mezbah).

Kekudusan hendaknya juga dapat senantiasa dirasakan pada saat doa “Bapa Kami”, penyampaian firman pengampunan dosa, dan doa kurban. Rangkaian kata-kata dalam Liturgi tidak boleh diucapkan dengan begitu saja /serampangan. Rangkaian kata dalam Liturgi kebaktian bukanlah formalitas, yang hanya diucapkan menurut kebiasaan. Sidang jemaat harus dapat merasakan, apa yang dimaksud dan apa yang terjadi.

Hamba Allah yang berkhotbah, begitu juga sidang jemaat diliputi oleh sesuatu yang penuh misteri (rahasia), yang mungkin tidak dapat segera kita mengerti dengan akal sehat. Hanya dengan kepercayaan, kita dapat mengenali bahwa Allah hadir dan melayani sidang jemaat-Nya. Misteri (rahasia) dalam kebaktian, berlangsung sampai “Amin” doa penutup. Adalah tugas yang mulia dari hamba Allah (Pemangku Jawatan), yang melaksanakan kebaktian, untuk di dalam tugas Rasul, yang mengutusnya, dan di dalam kemanunggalan dengan-Nya, menjadikan firman Allah dapat didengar, dan rahasia ilahi dapat dihayati. Ini menguatkan sidang jemaat dan memberikan kepastian dan semangat kepada mereka untuk melanjutkan perjalanan di atas jalan kepercayaan-Nya. Pada akhirnya rahasia ilahi akan sepenuhnya terbuka, jika kita dipersatukan dengan Tuhan untuk selama-lamanya.




Terinspirasi TUK EK0709