Rabu, 27 Juli 2016

Mengapa Mau Menjadi Hamba Allah


Terkadang, kita menyadari bahwa menjadi seorang hamba Allah, seorang gembala jiwa-jiwa, tidaklah senantiasa mudah, terkadang, penuh dengan tantangan dan sekaligus penuh dengan tekanan. Mungkin pertanyaan-pertanyaan berikut ini terdengar cukup akrab di telinga kita. Kita bertanya, mengapa saya melakukan ini semua? Untuk apa? Apakah yang saya dapat? Ini adalah satu pertanyaan yang sering kali muncul ketika kita lelah.

Ya, kita akui, ada sukacita dan ada juga kemenangan-kemenangan bersama Kristus. Tetapi tidak selalu nyata, dan si jahat, iblis, sering berusaha mematahkan semangat kita, memecah belah kita, dan bahkan memisahkan kita. Adakalanya kita melewati hari-hari baik yang penuh sukacita dan kebahagiaan. Manusia yang pertama, pernah mengalaminya. Dengan cara yang sempurna, Allah menciptakannya. Tetapi sayangnya, kemudian justru mereka mendengarkan suara si ular, sehingga mereka harus meninggalkan Firdaus dan kemudian mungkin mereka merasa sangat ketakutan dan bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hal seperti ini, sama sekali tidaklah baru! Paulus memiliki pergumulan-pergumulannya, tetapi Tuhan berjanji bahwa kasih karunia-Nya cukup dan Ia akan kuat di dalam kelemahan. Petrus menanyakan hal ini setelah berjumpa dengan seorang pemuda yang kaya dan Yesus mengasihi dia, dan pikiran “misi yang mustahil” muncul di antara murid-murid. Ini adalah satu perasaan yang dapat timbul pada setiap anak Allah. Jika pemuda kaya yang berkualifikasi tinggi ini saja tidak bisa, haruskah saya?

Tetapi Yesus memandang mereka dan menegaskan. Memang mustahil bagi manusia, tetapi Ia memastikan kepada mereka bahwa “bagi Allah semua hal mungkin”.

Lagipula, Yesus memberikan suatu jawaban untuk pertanyaan Petrus dan memastikan kepada mereka bahwa mereka yang mengikut Dia, juga akan duduk pada takhta atas suku-suku Israel. Dengan kata lain, Ia menjanjikan imamat rajani.

Kemudian apa yang tertinggal di belakang, akan diberi kompensasi seratus kali lipat. Yesus mengacu pada keluarga atau negeri-negeri. Ya, keluarga kita sering berbagi di dalam pengurbanan waktu, dan mungkin sering kali kita memiliki prioritas yang lebih sedikit pada lingkup kita sendiri, pekerjaan kita, urusan dan rumah tangga kita. Namun,100 kali lipat adalah suatu pelipatgandaan dan bukan hanya satu persentase, pecahan. Itulah kepenuhannya ketika Tuhan memikirkan tentang suatu upah.

Sebagai tambahan: “… dan memperoleh hidup yang kekal”. Warisan diterima karena garis keturunan, dilahirkan menjadi ahli waris dan tidak perlu bekerja untuk itu. Anak-anak Allah yang dilahirkan kembali menerimanya oleh kasih karunia.

TIDAK SEORANG PUN AKAN MENJADI MISKIN DAN KEKURANGAN APABILA IA MENGIKUTI PANGGILAN UNTUK MELAYANI TUHAN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar