Nas Alkitab :
Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada
suka cita di surga karena satu orang berdosa yang
bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan
puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.
Pengertian pertobatan adalah kata kunci dalam Injil;
pertobatan dan kepercayaan kepada Injil berjalan bersama-sama (bandingkan
dengan Markus 1:15). Kata pertobatan sering di temukan dalam Alkitab, khususnya
di dalam Perjanjian Baru. Sejak zaman Perjanjian Lama, orang-orang Israel
berulangkali di ingatkan agar merubah cara hidup mereka. Pada masa itu, nabi
Yehezkiel mengingatkan: “Bertobatlah dan berpalinglah dari segala durhakamu,
supaya itu jangan bagimu menjadi batu sandungan, yang menjatuhkan kamu ke dalam
kesalahan” (Yehezkiel 18:30)
Dengan tegas Allah berseru kepada semua orang untuk
bertobat (Kisah para Rasul 17:30). Pertobatan itu penting karena kejahatan
merupakan sifat umat manusia, sedangkan kebenaran menuntut pertobatan. Kristus
mengkhotbahkan pertobatan dan Allah mengharapkan pertobatan pada kita.
Bagian yang begitu penting dari pengajaran Kristus dan
doktrin Kerasulan Baru tidak bisa di desak ke latar belakang. Tentu saja kita
lebih senang mendengar khotbah mengenai kebaikan umat manusia daripada
mengenai kejahatannya, dan akan lebih senang membicarakan mengenai martabat
umat manusia dari pada kedegilannya. Namun bukankah ini dapat memperbesar
bahaya, bahwa kita mungkin mulai menganggap kemurahan sebagai hal yang wajar?
Pertobatan yang sejati membutuhkan kesadaran, bahwa ia
telah berdosa. Orang tidak berbalik, sebelum ia mengenali dan sadar, bahwa ia
berada di atas jalan yang salah. Dari manakah asal pengenalan ini? Dari hasil kerja sama antara Roh
Kudus, firman Allah, dan dengan hati nurani kita sendiri. Di mana hati nurani
telah di tumpulkan karena terbiasa melakukan dosa, maka tidak terpikirkan lagi
mengenai pertobatan. Renungkanlah mengenai penjahat-penjahat yang sama sekali
tidak merasa bersalah atau tidak menyesali perbuatan mereka karena mereka
berulangkali melakukan kejahatan, mereka tidak lagi mengenalinya sebagai
kejahatan. Mereka kehilangan kemampuan untuk membedakan atara yang baik dan
yang jahat.
Namun seorang pendosa yang merasa bersalah mengenai apa
yang telah ia lakukan, karena sebenarnya ia ingin melakukan apa yang benar dan
layak, akan selalu siap untuk berbalik. Ia tidak perlu putus asa atas
ketidaksempurnaannya, karena ia mengalami kedekatan Allah: “Tuhan itu dekat
kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk
jiwanya” (Mazmur 34:19).
Kesedihan seorang pendosa mengenai perbuatannya merupakan
duka cita ilahi, yang membawa keselamatan dan bukan membawa kerugian
(bandingkan dengan 2 Korintus 7:9-10). Pertobatan semacam ini bukan merupakan
suatu perbuatan yang berarti, tetapi suatu perubahan jiwa yang mengarah pada
keselamatan dan kebahagiaan. Penduduk Niniwe mendengar firman Allah, bertobat
dan di selamatkan. Petrus bertobat dan menjadi soko guru Gereja Kristus. Saul
berbalik dan Allah dapat mepergunakannya untuk menyebarluaskan terang Injil ke
dalam dunia orang-orang yang tak mengenal Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar